Anies Baswedan: Pajak Seharusnya Alat Pemerataan bukan Alat Pemerasan

 


Dalam berbagai kesempatan, Anies Baswedan tak jarang menyuarakan kritik terhadap sistem yang dinilainya belum berpihak kepada keadilan sosial. Salah satu sorotan penting yang ia lontarkan adalah soal sistem perpajakan di Indonesia. Menurut Anies, sistem pajak saat ini masih jauh dari prinsip keadilan yang seharusnya menjadi fondasi dalam negara demokratis dan beradab.

Pernyataan Anies soal perpajakan bukan tanpa alasan. Ia menyoroti bahwa beban pajak masih lebih banyak ditanggung oleh masyarakat kelas menengah ke bawah dan pelaku usaha kecil, sementara sejumlah pihak yang memiliki kekuatan ekonomi besar justru bisa menghindari kewajiban mereka melalui berbagai celah hukum atau pengaruh politik.

Dalam suatu forum kebijakan fiskal, Anies menyatakan bahwa “pajak seharusnya menjadi alat pemerataan, bukan alat pemerasan.” Ia menekankan pentingnya reformasi sistem perpajakan agar lebih progresif, transparan, dan berpihak pada kelompok yang rentan secara ekonomi. Pajak, menurutnya, bukan sekadar alat untuk mengumpulkan uang negara, tetapi juga cerminan dari arah kebijakan ekonomi yang berkeadilan.

Salah satu isu utama yang sering disinggung adalah rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) Indonesia yang masih rendah, dan minimnya kontribusi dari kelompok superkaya. Data menunjukkan bahwa meskipun jumlah orang kaya meningkat, kontribusi mereka terhadap total penerimaan pajak tidak sebanding.

Hal ini diperburuk dengan praktik penghindaran pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion) yang masih marak terjadi di kalangan korporasi besar dan individu berpengaruh.

Anies juga menyoroti bagaimana kebijakan pajak yang menyasar rakyat kecil, seperti pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok atau jasa pendidikan, justru menciptakan tekanan tambahan bagi masyarakat yang sudah hidup dalam keterbatasan. Di sisi lain, insentif pajak besar justru diberikan kepada korporasi besar atau investor asing, dengan dalih untuk menarik investasi.

Menurut Anies, kondisi ini menunjukkan bahwa struktur pajak Indonesia belum sepenuhnya berpihak pada prinsip keadilan sosial. Ia mendorong adanya sistem pajak yang lebih progresif, di mana mereka yang berpenghasilan lebih tinggi membayar pajak lebih besar secara proporsional. Ia juga menekankan pentingnya transparansi dan digitalisasi sistem perpajakan untuk menutup celah manipulasi dan memperkuat kepercayaan publik.

Lebih jauh, Anies mengajak masyarakat untuk melihat pajak sebagai instrument keadilan, bukan sebagai beban. Dalam pandangannya, negara harus hadir memastikan bahwa hasil pajak digunakan secara efektif untuk pelayanan publik, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan perlindungan sosial, bukan untuk memperkaya segelintir elite atau pemborosan birokrasi.

Pernyataan-pernyataan Anies soal pajak mencerminkan gagasannya yang konsisten, bahwa keadilan sosial harus menjadi fondasi pembangunan. Kritiknya terhadap sistem perpajakan Indonesia membuka ruang diskusi penting tentang arah kebijakan fiskal ke depan. Jika ingin menciptakan negara yang adil dan makmur, reformasi perpajakan yang berkeadilan bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan.